Senin, 31 Oktober 2016

Makalah Hadits Abu dawud

KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan izin dan kekuatan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Hadits Imam Daud” tepat pada waktunya.
            Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadits. Tidak lupa kami sampaikan terimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Ulumul Qur’an. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman mahasiswa yang sudah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah ini.
            Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya, baik dalam isi maupun sistematikanya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan wawasan kami. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Akhirnya, kami mengharapkan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat, khususnya bagi kami dan umumnya bagi pembaca.


Martapura, Desember 2015
                                                                 
                                                                     Kelompok 6




DAFTAR ISI

Halaman





BAB I

PENDAHULUAN


Setelah kitab muwata’nya Imam Malik, Jami’ al-Sahihnya Imam Bukhari dan Muslim, serta Musnad nya imam ahmad bin Hanbal, kini tengah hadir kitab sunan dari imam Abu Daud. Sunan Abu Daud merupakan salah satu kitab sunan yang muncul dan berkembang pada abad ke-3 H, bersama kitab-kitab sunan yang lain, kitab ini merupakan sumber hadis-hadis Nabi yang berharga. Dengan berbagai keilmuan yang ia geluti serta kecerdasan yang dimilikinya menjelma pula karya-karya lainnya, ini membuktikan bahwasannya ia adalah seorang tokoh atau ulama hadis yang produktif. Sebut saja kitab sunan Abu Daud., kitab ini merupakan karya monumentalnya, tidak ada sesuatupun tercipta tanpa ruang hampa, kitab ini pun tercipta karena adanya faktor-faktor tertentu yang melatar belakanginya, dengan berbagai ciri khasnya kitab ini menjelma sebagai kitab yang menempati posisi ketiga setelah imam Bukhari dan Muslim, yang mana kitab sunan ini memiliki karakteristik tersendiri, dengan mengumpulkan hadis-hadis yang beraromakan fiqih, dan masih banyak ragam variasi seluk beluk perihal kitab ini.
Tidaklah mungkin jikalau adanya putih tanpa adanya hitam dalam kehidupan, mungkin ini kata-kata yang tepat untuk menggambarkan keberadaan kitab sunan Abu Daud dimata para tokoh-tokoh hadis atau ulama-ulama. seiring berjalannya waktu ke waktu kitab sunan ini pun menuai berbagai sanjungan maupun kritikan-kritikan, namun bagaimanapun juga kritikan-kritikan itu tidak lantas mengurangi keabsahan kitab ini,  sebagai kitab hadis yang menjadi pedoman bagi umat manusia setelah al-Qur’an.


1.    Bagaimana Biografi Imam Abu Dawud ?
2.    Siapa Guru dan Murid Imam Abu Dawud ?
3.    Bagaimana Karya-karya Abu Dawud ?
4.    Bagaimana Sejarah Penulisan Kitab Sunan Abu Dawud ?

Untuk Mengetahuai Biografi Imam Abu Dawud
Untuk Mengetahuai Guru dan Murid Imam Abu Dawud
Untuk Mengetahuai Karya-karya Abu Dawud
Untuk Mengetahuai Sejarah Penulisan Kitab Sunan Abu Dawud









BAB II

PEMBAHASAN

Nama lengkap Abu Dawud adalah Abu Dawud Sulaiman Bin alAsy’as Bin Ishaq Al-Azdy al-Sijistaniy. Ia dilahirkan pada 202 H di Sijistani.[1]
Suatu kota di Basrah. Sebagai ulama Mutaqaddimin yang produktif, beliau  selalu memanfaatkan waktunya untuk menuntut ilmu dan beribadah. Namun sangat disayangkan, informasi kehidupan Abu Dawud di masa kecil sangat sedikit. Sedangkan masa dewasanya banyak riwayat yang mengatakan bahwa beliau termasuk ulama Hadits yang terkenal. Abu Dawud terlahir di tengah keluarga yang agamis. Mengawali intelektualitasnya, ia mempelajari al-Qur’an dan literatur (bahasa) Arab serta sejumlah materi lainnya sebelum mempelajari Hadits, sebagaimana tradisi masyarakat saat itu. Dalam usianya kurang lebih dua puluh tahun, ia telah berkelana ke Baghdad. [2]
Setelah dewasa, beliau melakukan rihlah dengan intensif untuk mempelajari Hadits. Ia melakukan perjalanan ke Hijaz, Syam, Irak, Jazirah Arab dan Khurasan untuk bertemu ulama-ulama Hadits. Pengembaraannya ini menunjang Abu Dawud mendapatkan Hadits sebanyak-banyaknya untuk dijadikan referensi dalam penyusunan kitab sunahnya. Pola hidup sederhana tercermin dalam kehidupannya. Hal ini terlihat dari cara berpakaiannya, yaitu salah satu lengan bajunya lebar dan satunya lagi sempit. Menurutnya, lengan yang ini (lebar) untuk membawa kitab sedang yang satunya tidak diperlukan, kalau lebar berarti pemborosan.
Maka tidak heran jika banyak ulama yang semasanya atau sesudahnya memberikan gelar Zaid (mampu meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi) dan Wara’ (teguh atau tegar dalam mensikapi kehidupan).[3] Abu Dawud berhasil meraih reputasi tinggi dalam hidupnya di basrah, setelah basrah mengalami kegersangan ilmu pasca serbuan Zarji pada tahun 257 H. gubernur basrah pada waktu itu mengunjungi Abu Dawud di Baghdad untuk meminta Abu Dawud pindah ke Basrah. Diriwayatkan oleh al-Kahttabi dari Abdillah bin Muhammad al-Miski dari Abu Bakar bin Jabir (pembantu Abu Dawud), dia berkata: “Bahwa Amir Abu Ahmad al-Muffaq minta untuk bertemu Abu Dawud, lalu Abu Dawud bertanya: “Apa yang mendorong amir ke sini?”, Amir menjadi: “Hendaknya anda mengajarkan Sunan kepada anakanakmu”. Yang kedua tanya Abu Dawud, Amir menjawab: “Hendaknya anda membuat majlis tersendiri untuk mengajarkan Hadits kepada keluarga  khalifah, sebab mereka enggan duduk bersama orang umum”. Abu Dawud  menjawab: “Permintaan kedua tidak bisa aku kabulkan, sebab derajat manusia itu baik pejabat terhormat maupun rakyat jelata, dalam menuntut ilmu dipandang sama”. Ibnu Jabir berkata: “Sejak itulah putera-putera khalifah menghadiri majlis ta’lim, duduk bersama orang umum dan diberi tirai pemisah.”5Atas permintaan Gubernur Abu Ahmad tersebut, maka Abu Dawud  pindah ke Basrah dan menetap di sana hingga wafat. Pada tahun 275 H Abu Dawud al-Sijistaniy menghembuskan nafas terakhirnya dalam usia 73 tahun atau tepatnya pada tanggal 16 syawal 275 H di Basrah. . Beliau dimakamkan di samping makam Sufyan Ats-Tsaury, semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan ridho-Nya kepada beliau.

Abu Daud adalah seorang pembelajar sejati dan tekun. Untuk bisa meriwayatkan hadis-hadis Rasulullah beliau terbang dan hinggap dari satu kota kekota yang lain untuk belajar dari para ulama ternama kala itu. Cukup banyak ulama-ulama yang pernah menjadi guru-gurunya adalah Imam ahmad bin Hanbal, Al-Qanaby, Sulaiman bin Harb, Abu Amr Adh-Dhariri, Abu Walid Ath-Thayalisi, Abu Zakariya Yahya bin Ma’in, Abu Khaitsama, Zuhair bin Harb, Ad-Darimi, abu Ustman Said Al-Manshur, Ibnu Abi Syaibah dan ulama lainnya.[4]
Imam Abu dawud juga memiliki murid yang banyak dari setiap penjuru, diantara murid-muridnya yang meriwayatkan sunan darinya, yaitu:Abu ath-Thayyib Ahmad bin Ibrahîm al-Asynânî al-Baghdâdî, Abu Amru Ahmad bin Ali bin Hasan al-Bashrî, Abu Sa’id ibnu al-A’râbî, Ali bin al-Hasan bin al-‘Abd al-Anshârî, Abu Ali Muhammad bin Ahmad al-Lu’luî, Muhammad bin Bakr bin Dâsah at-Tamâr, Abu Usamah Muhammad bin Abdul Malik ar-Ruwâts.
Abu Daud meninggalkan banyak karya, khususnya dalam bidang Hadits dan sebagian Ilmu Syariah pada umumnya karya-karya beliau tersebut ialah :
1.      Al-Maros
2.      Masail Al Imam Ahmad
3.      An Nasikh Wa Mansukh
4.      Risalah Fi Washfi Kitab Al Sunan
5.      Al Zuhd
6.      Ijabat An Sawalat Al-Ajuri
7.      Asilah An Ahmad Bin Hanbal
8.      Tasmiyat Al-Akhwan
9.      Kaul Qadr
10.  Sunan Abu Daud
11.  DLL
Contoh-contoh hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud:
عَنِ الْمِقْدَمِ قَالَ اُتِيَ رَسُولُ اللهُ صلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلاَثًا وَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا ثُمَّ غَسَلَ ذِرَاعَيْهِ ثَلاَثًا ثَلاَثًا مَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ ثَلاَثًا ثَلاَثًا ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ وُاُذُنَيْهِ ظَاهِرِهِمَا وَبَاطِنِهِمَا.(رواه أبوداود وأحمد(
Artinya: Dari Al-Miqdam. Ia berkata,” Rasulullah SAW, telah diberi air berwudu, lantas beliau berwudu, maka di basuhnya kedua telapak tanganya tiga kali dan mukanya tiga kali, kemudian membasuh kedua hastanya tiga kali, lalu berkumur dan dimasukkannya air ke hidung tiga kali, kemudian disapunya kepala dan kedua telinganya bagian luar dan dalam.” (Riwayat Abu Daud dan Ahmad)
عَنْ عَائِشَةَ اَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ اَبِى حُبَيْشٍ تُسْتَحَاضُ فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللهِ صلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِنَّ دَمَ الْحَيْضِ دَمُ اَسْوَدُ يُعْرَفُ, فَاِذَاكَانَ ذَلِكَ فَأَمْسِكِى عَنِ الصَّلاَةِ فَاِذَاكَانَ الْأَخَرُ فَتَوَضَّئِ وَصَلِّى. (رواه أبوداود والنسائ
Artinya: Dari Aisyah. Sesungguhnya Fatimah binti Abi Hubaisy telah berdarah penyakit.Rasulullah berkata kepadanya, “Sesungguhnya darah haid berwarna hitam, dikenal oleh kaum perempuan. Maka apabila ada darah semacam itu, hendaklah engkau tinggalkan shalat;apabila keadaan darah tidak seperti tiu, hendaklah engkau berwudu dan shalat.” (Riwayat Abu Daud dan Nasai).
عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ النَّبِيَ صلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى صَلاَةً فَقَرَأَ فِيْهَا فَلَبِسَ عَلَيْهِ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ لِأَبِىْ أَصَلَّيْتَ مَعَنَا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَمَا مَنَعَكَ اَنْ تَفَتَحَهَا عَلَىَّ. (رواه أبوداود(
Artinya: Dari Ibnu Umar, “ Sesungguhnya Nabi SAW, telah membaca sesuatu ketika shalat, tetapi beliau ragu-ragu pada bacaan itu. Setelah shalat beliau berkata kepada Umar,” adakah engkau ikut shalat tadi bersama dengan kami?jawab Umar, Ya, saya ikut. Rasulullah berkata, mengapa engkau tidak tunjuki saya dalam bacaan tadi.”(Riwayat Abu daud).
Ada suatu kepastian bahwa beliau telah belajar Al-Qur’an dan literatur (bahasa) arab, serta sejumlah materi lainnya. Sebelum beliau memulai belajar hadits, kondisi seperti ini merupakan tradisi yang merakyat pada saat itu beliau melakukan rihlah sangat intensif sekali untuk mempelajari hadits. Sebelum dewasa, beliau sudah mempersiapkan diri untuk melanglang ke berbagai negeri. Dia belajar hadits dari para ulama yang ditemaninya di Hijaz, Syam, Mesir, Irak, Jazirah Sagar, Khurasan, dan negeri lainnya. Pengembaraannya ke beberapa negeri itu mendapatkan hadits sebanyak-banyaknya, kemudian hadits itu disaring lalu ditulis pada kitab sunan.
Beliau menghabiskan waktunya selama 20 tahun di kota Tursusu, beliau berhasil meraih reputasi yang luas selama hidupnya. Pada saat Bashroh mengalami kegersangan akibat gangguan (serbuan) Zanji pada 257 H Gubernur Abu Ahmad pergi meminta mengunjungi Abu Daud di rumahnya di Baghdad dan meminta beliau pindah menetap di sana dengan harapan, kota yang gersang itu dapat direhabilitasi deengan kehadiran beliau dan dengan berkumpulnya para ulama dan murid-muridnya di sana.
Para ulama sangat menghormati, kemampuan adalah kejujuran dan ketakwaan beliau yang luar biasa. Abu Daud tidak hanya seorang perowi, pengumpul dan penyusun hadits tetapi juga ahli hukum yang handal dan kritikus hadits yang baik. Pada saat mengkritik mengkritik hadits Abu Daud biasanya memeriksa materi tertulis.

Dalam menulis kitab Sunan-nya, Abu Dawud menggunakan sistem penulisan secara mushanaf, yaitu berdasarkan tertib dan rumusan bab-bab fiqh. Dalam kitab ini, Abu Dawud hanya memasukkan hadis-hadis yang materinya berkenaan dengan hukum, dengan sistematika sebagai berikut.
1.      Kitab Ath-Thaharah, tersusun dari 142 bab, memuat 386 hadis.
2.      Kitab Ash-Shalat, tersusun dari 361 bab, memuat 1.154 hadis.
3.      Kitab Az-Zakat, tersusun dari 46 bab, memuat 145 hadis.
4.      Kitab Al-Luqathah, tanpa tercantum bab dan memuat 20 hadis.
5.      Kitab Al-Manasik, tersusun dari 98 bab, memuat 325 hadis.
6.      Kitab An-Nikah, tersusun dari 50 bab,memuat 129 hadis.
7.      Kitab Ath-Thalaq, tersusun dari 50 bab, memuat 138 hadis.
8.      Kitab Ash-Shyiam, tersusun dari 81 bab, memuat 164 hadis.
9.      Kitab Al-Jihad, tersusun dari 182 bab, memuat 311 hadis.
10.  Kitab Adh-Dhahaya, tersusun dari 17 bab, memuat 56 hadis.
11.  Kitab Ash-Shaid, tersusun dari 4 bab, memuat 18 hadis.
12.  Kitab Al-Washaya, tersusun dari 17 bab, memuat 23 hadis.
13.  Kitab Al-Faraidh, tersusun dari 17 bab, memuat 23 hadis.
14.  Kitab Al-Kharaj, Al-Imarah, dan Al-Fay, tersusun dari 40 bab, memuat 161 hadis.
15.  Kitab Al-Janaiz, tersusun dari 84 bab, memuat 53 hadis.
16.  Kitab Al-Aiman dan An-Nudzur, tersusun dari 32 bab, memuat 84 hadis.
17.  Kitab Al-Buyu’ dan Al-Ijarah, tersusun dari 92 bab, memuat 245 hadis.
18.  Kitab Al-Aqdhiyah, tersusun dari 30 bab, memuat 70 hadis.
19.  Kitab Al-Ilmi, tersusun dari 13 bab, memuat 28 hadis.
20.  Kitab Al-Asyribah, tersusun dari 22 bab, memuat 67 hadis.
21.  Kitab Al-Ath’imah, tersusun dari 55 bab, memuat 119 hadis.
22.  Kitab Ath-Thibbi, tersusun dari 24 bab, memuat 71 hadis.
23.  Kitab Al-Ithqi, tersusun dari 15 bab, memuat 43 hadis.
24.  Kitab Al-hur dan Al-Qira’ah, tanpa menyebut babnya dan memuat 40 hadis.
25.  Kitab Al-Hammam, tersusun dari 3 bab, memuat 11 hadis.  
26.  Kitab Al-Libas, tersusun dari 47 bab, memuat 39 hadis.
27.  Kitab At-Tarajjul, tersusun dari 21 bab, memuat 55 hadis.
28.  Kitab Al-Khatam, tersusun dari 8 bab, memuta 26 hadis.
29.  Kitab Al-Fitan, tersusun dari 7 bab, memuat 39 hadis.
30.  Kitab Al-Mahdi, tanpa bab dan memuat 12 hadis.
31.  Kitab Al-Malahim, tersusun dari 18 bab, memuat 60 hadis.
32.  Kitab Al-Hudud, tersusun 40 bab, memuat 43 hadis.
33.  Kitab Ad-Diyat, tersusun dari 2 bab, memuat 102 hadis.
34.  Kitab As-Sunnah, tersusun dari 32 bab, memuat 177 hadis.
35.  Kitab Al-Adab, tersusun dari 180 bab, memuat 502 hadis.
Demikian sistematika penulisan Sunan Abu Dawud, sebagaimana penulisan kitab hadis sunan lainnya. Kitab Sunan ini keseluruhannya memuat 45 kitab, yang tersusun dari 1.872 bab, dan berisikan 5.274 hadis.[5]
Jika kita melihat jumlah hadis yang tercantum di atas, tampaknya tidak sesuai dengan pernyataan Abu Dawud yang menyatakan bahwa hadis yang ia tulis dalam kitab Sunan-nya sebanyak 4.800 buah hadis. Perbedaan ini karena banyak hadis yang ditulis secara berulang-ulang. Pengulangan tersebut kadang terjadi pada dua tempat atau  lebih dalam bab-babnya. Hal ini bisa  dimaklumi karenadalam kenyataannya, sebuah matan hadis bisa saja mempunyai beberapa materi hukum yang berbeda-beda. Kenyataan inilah yang menyebabkan sebuah hadis yang telah ditulis dan dicantumkan dalam sebuah kitab danbab itu ditulis dan dicantumkan kembali dalam bab lainnya. Pengulangan ini sebenarnya telah dinyatakan oleh Abu Dawud dalam mukadimah kitab Sunan tersebut.
1.      Ahmad ibn Hambal, salah seorang guru Abu Dawud, sangat menghargai kitab Sunan ini. Bahkan, ulama yang lebih detail menyatakan sebagai berikut:“ Ketahuilah oleh kamu bahwa kitab As-Sunan Abu Dawud ini merupakan kitab berharga yang tak satu pun kitab ilmu keagamaan yang menyerupainya, yang pernah ditulis oleh orang lain. Kitab tersebut diterima baik oleh semua orang, sehingga menjadi hakim di antara para ulama dan generasi para fuqaha. Walaupun merekaberbeda mazhab, masing-masing ‘menimba’ dan ‘meminum’ darinya. Dan kepada kitab itu pula, penduduk Irak, Mesir, negeri-negeri maghrib (timur), dan sebagian besar penduduk penjuru dunia bergantung kepada.”[6]
2.      Ibn  Qayyim Al-Jauziyah menilai bahwakitab Sunan karya Abu Dawud As-Sijistani ini merupakan karuniabagi Islam, dengan mendapat kedudukan khusus      yang diberikan oeh Allah swt. Kepadanya. Ia menjadi hakim bagi kaum muslimin  dan pelerai bagi segala pertentangan. Kepadanyalah, orang-orang mencari keadilanuntuk ber-tahkim, dan terhadap ketetapannyayang tegas itulah, orang-orang menjadi senang dan rela. Abu Dawud telah menghimpun hadis-hadis hukum yang bertebaran di masyarakat sedemikian lama, yang kemudian ia kumpulkan dan ia susun dengan sebaik-baiknya, dan membuang hadis-hadis yang cacat dan lemah.
3.      An-Nawawi menyatakan, sekiranya orang-orang yang mengajarkan fiqh maupun yang lainnya, berdasarkan ajaran yang terkadang dalam Sunan Abu Dawud yang telah dikuasainya secara sempurna, hal itu tentu saja sangat menolong perkembangan pemikiran umat. Hal ini karena dalam kitab ini, sebagian besar  hadisnya dapat dijadikan hujjah, mudah diambil dan diringkas penjelasannya. Penulisnya termasuk orang pintar dan cermat, sehingga tergambar dalam karya ini suatu penulisan kitab hadis yang sistematis, sesuai dengan kebutuhan umat.[7]
4.      Abu Hamid Al-Ghazali memandang Sunan Abu Dawud memenuhi syarat sebagai pegangan bagi para mujtahid ketika melakukan ijtihadnya.
Demikianlah penilaiannya sebagian para ulama terhadap kitab Sunan Abu Dawud. Semuanya menyatakan kekagumannya terhadap kitab hadis ini. Disisi lain, pribadi Abu Dawud pun merupakan seorang figur fuqaha  yang sangat pantas di teladani sikapnya, untuk menyikapi berbagai perbedaan yang terjadi di bidang fiqih dewasa ini. Abu Dawud tidak memihak kepada salah satu mazhab fiqh yang ada ketika ia hidup.
Penulis kitab Sunan-nya tidak ditujukan untuk memojokan salah satu ajaran fiqh yang ada baik ketika itu maupun dewasa ini. Oleh karena itu, kitabnya dapat diterima oleh semua kalangan pengkaji Islam, Khususnya kajian dibidang hadis. Inilah salah satu kelebihan Imam Abu Dawud, baik sebagai ahli hadis maupun sebagai fuqaha.
















BAB III
Biografi Imam Abu Dawud Nama lengkap Abu Dawud adalah Abu Dawud Sulaiman Bin alAsy’as Bin Ishaq Al-Azdy al-Sijistaniy. Ia dilahirkan pada 202 H di Sijistani. Suatu kota di Basrah. Sebagai ulama Mutaqaddimin yang produktif, beliau  selalu memanfaatkan waktunya untuk menuntut ilmu dan beribadah.
Setelah dewasa, beliau melakukan rihlah dengan intensif untuk mempelajari Hadits. Ia melakukan perjalanan ke Hijaz, Syam, Irak, Jazirah Arab dan Khurasan untuk bertemu ulama-ulama Hadits. Pengembaraannya ini menunjang Abu Dawud mendapatkan Hadits sebanyak-banyaknya untuk dijadikan referensi dalam penyusunan kitab sunahnya. Pola hidup sederhana tercermin dalam kehidupannya. Maka tidak heran jika banyak ulama yang semasanya atau sesudahnya memberikan gelar Zaid (mampu meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi) dan Wara’ (teguh atau tegar dalam mensikapi kehidupan).
Guru dan Murid Imam Abu Dawud Abu Daud adalah seorang pembelajar sejati dan tekun. Untuk bisa meriwayatkan hadis-hadis Rasulullah beliau terbang dan hinggap dari satu kota kekota yang lain untuk belajar dari para ulama ternama kala itu. Cukup banyak ulama-ulama yang pernah menjadi guru-gurunya adalah Imam ahmad bin Hanbal, Al-Qanaby, Sulaiman bin Harb, Abu Amr Adh-Dhariri, Abu Walid Ath-Thayalisi, Abu Zakariya Yahya bin Ma’in, Abu Khaitsama, Zuhair bin Harb, Ad-Darimi, abu Ustman Said Al-Manshur, Ibnu Abi Syaibah dan ulama lainnya.
Imam Abu dawud juga memiliki murid yang banyak dari setiap penjuru, diantara murid-muridnya yang meriwayatkan sunan darinya, yaitu:Abu ath-Thayyib Ahmad bin Ibrahîm al-Asynânî al-Baghdâdî, Abu Amru Ahmad bin Ali bin Hasan al-Bashrî, Abu Sa’id ibnu al-A’râbî, Ali bin al-Hasan bin al-‘Abd al-Anshârî, Abu Ali Muhammad bin Ahmad al-Lu’luî, Muhammad bin Bakr bin Dâsah at-Tamâr, Abu Usamah Muhammad bin Abdul Malik ar-Ruwâts.
Karya-karya Abu Daud Abu Daud meninggalkan banyak karya, khususnya dalam bidang Hadits dan sebagian Ilmu Syariah pada umumnya karya-karya beliau tersebut ialah : Al-Maros, Masail Al Imam Ahmad, An Nasikh Wa Mansukh, Risalah Fi Washfi Kitab Al Sunan, Sunan Abu Dawud
Para ulama sangat menghormati, kemampuan adalah kejujuran dan ketakwaan beliau yang luar biasa. Abu Daud tidak hanya seorang perowi, pengumpul dan penyusun hadits tetapi juga ahli hukum yang handal dan kritikus hadits yang baik. Pada saat mengkritik mengkritik hadits Abu Daud biasanya memeriksa materi tertulis.

Karya yang kami susun ini bukanlah karya yang sempurna tapi sesuatu yang lahir dari kerja keras. tentunya kerja keras penyusun bukan tanpa kekurangan hasilnya ini. maka kami senantiasa mengharapkan masukan dan kritikan rekan-rekan pembaca, dan mudah-mudahan rekan-rekan semua dapat menggali terus Hadits Imam Dawud dan keruntunan ide agar kita dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang hal tersebut. Mudah-mudahan dengan terciptanya makalah ini khususnya bagi penyusun umumnya untuk para pembaca bisa mengembangkan atau membuat sebuah Hadits Imam Dawud  yang baik berdasarkan kriteria yang ada.




Ajajj, al-Khatib, Muhammad . 1975. Ushul al-Hadits: ‘Ilmuhu wa Musthalahuhu. Damaskus: Dar  al-Fikri
Al-Khaththabi, Sulaiman. Ma’alim As-Sunnah, Beirut; Al-Maktabah Al-Ilmiyah, Jilid I.
 As-Shalih, Subhi. 2007. Membahas Ilmu-Ilmu Hadits. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Mudasir. 1999. Ilmu Hadits. Bandung: Pusaka Setia.
Khaeruman, Badri. 2010. Ulum Al-Hadis. Bandung: Pustaka Setia.
Muhyi Ad-Din, Muhammad. Abu Hamid. Sunan Abu Dawud, Bandung: maktabah Dahlan.




[1]Muhammad ‘Ajajj al-Khatib, Ushul al-Hadits: ‘Ilmuhu wa Musthalahuhu, (Damaskus: Dar al-Fikri, 1975), H.  320
[2] Mudasir, Ilmu Hadits, (Bandung: Pusaka Setia, 1999), H. 110
[3] Mudasir, Ilmu Hadits, (Bandung: Pusaka Setia, 1999), H. 110
[4] Subhi, As-Shalih.Membahas Ilmu-Ilmu Hadits, (Jakarta: Pustaka Firdaus,2007). H  96.
[5]  Dr. Badri Khaeruman, M.Ag. Ulum Al-Hadis . Bandung. 2010. H. 263.
[6]  Sulaiman Al-Khaththabi, Ma’alim As-sunan, Beirut: Al-Maktabah Al-Ilmiyah, jilid I, h. 8

[7]  Muhammad Muhyi Ad-Din Abu Hamid, Sunan Abu Dawud, Bandung: Maktabah Dahlan, tth., h.12.