KATA PENGANTAR
Puji dan syukur
kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan izin dan kekuatan
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Hadits
Imam Daud” tepat pada waktunya.
Makalah ini ditujukan untuk memenuhi
tugas mata kuliah Ulumul Hadits. Tidak lupa kami sampaikan terimakasih kepada
dosen pembimbing mata kuliah Ulumul Qur’an. Kami juga mengucapkan terimakasih
kepada teman-teman mahasiswa yang sudah memberi kontribusi baik langsung maupun
tidak langsung dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan dan kelemahannya, baik dalam isi maupun sistematikanya.
Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan wawasan kami. Oleh sebab
itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah
ini. Akhirnya, kami mengharapkan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat,
khususnya bagi kami dan umumnya bagi pembaca.
Martapura, Desember
2015
Kelompok 6
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I
PENDAHULUAN
Setelah
kitab muwata’nya Imam Malik, Jami’ al-Sahihnya Imam Bukhari dan
Muslim, serta Musnad nya imam ahmad bin Hanbal, kini tengah hadir kitab
sunan dari imam Abu Daud. Sunan Abu Daud merupakan salah satu kitab sunan yang
muncul dan berkembang pada abad ke-3 H, bersama kitab-kitab sunan yang lain,
kitab ini merupakan sumber hadis-hadis Nabi yang berharga. Dengan berbagai
keilmuan yang ia geluti serta kecerdasan yang dimilikinya menjelma pula
karya-karya lainnya, ini membuktikan bahwasannya ia adalah seorang tokoh atau
ulama hadis yang produktif. Sebut saja kitab sunan Abu Daud., kitab ini
merupakan karya monumentalnya, tidak ada sesuatupun tercipta tanpa ruang hampa,
kitab ini pun tercipta karena adanya faktor-faktor tertentu yang melatar
belakanginya, dengan berbagai ciri khasnya kitab ini menjelma sebagai kitab
yang menempati posisi ketiga setelah imam Bukhari dan Muslim, yang mana kitab
sunan ini memiliki karakteristik tersendiri, dengan mengumpulkan hadis-hadis
yang beraromakan fiqih, dan masih banyak ragam variasi seluk beluk perihal
kitab ini.
Tidaklah
mungkin jikalau adanya putih tanpa adanya hitam dalam kehidupan, mungkin ini
kata-kata yang tepat untuk menggambarkan keberadaan kitab sunan Abu Daud dimata
para tokoh-tokoh hadis atau ulama-ulama. seiring berjalannya waktu ke waktu
kitab sunan ini pun menuai berbagai sanjungan maupun kritikan-kritikan, namun
bagaimanapun juga kritikan-kritikan itu tidak lantas mengurangi keabsahan kitab
ini, sebagai kitab hadis yang menjadi
pedoman bagi umat manusia setelah al-Qur’an.
1.
Bagaimana Biografi Imam Abu Dawud ?
2.
Siapa Guru dan Murid Imam Abu Dawud ?
3.
Bagaimana Karya-karya Abu Dawud ?
4.
Bagaimana Sejarah Penulisan Kitab Sunan Abu Dawud ?
Untuk Mengetahuai Biografi Imam Abu Dawud
Untuk Mengetahuai Guru dan Murid Imam Abu Dawud
Untuk Mengetahuai Karya-karya Abu Dawud
Untuk Mengetahuai Sejarah Penulisan Kitab Sunan Abu Dawud
BAB II
PEMBAHASAN
Nama lengkap
Abu Dawud adalah Abu Dawud Sulaiman Bin alAsy’as Bin Ishaq Al-Azdy
al-Sijistaniy. Ia dilahirkan pada 202 H di Sijistani.[1]
Suatu kota di Basrah. Sebagai ulama Mutaqaddimin yang produktif,
beliau selalu memanfaatkan waktunya
untuk menuntut ilmu dan beribadah. Namun sangat disayangkan, informasi
kehidupan Abu Dawud di masa kecil sangat sedikit. Sedangkan masa dewasanya
banyak riwayat yang mengatakan bahwa beliau termasuk ulama Hadits yang
terkenal. Abu Dawud terlahir di tengah keluarga yang agamis. Mengawali intelektualitasnya,
ia mempelajari al-Qur’an dan literatur (bahasa) Arab serta sejumlah materi
lainnya sebelum mempelajari Hadits, sebagaimana tradisi masyarakat saat itu.
Dalam usianya kurang lebih dua puluh tahun, ia telah berkelana ke Baghdad. [2]
Setelah dewasa,
beliau melakukan rihlah dengan intensif untuk mempelajari Hadits. Ia melakukan
perjalanan ke Hijaz, Syam, Irak, Jazirah Arab dan Khurasan untuk bertemu
ulama-ulama Hadits. Pengembaraannya ini menunjang Abu Dawud mendapatkan Hadits
sebanyak-banyaknya untuk dijadikan referensi dalam penyusunan kitab sunahnya.
Pola hidup sederhana tercermin dalam kehidupannya. Hal ini terlihat dari cara
berpakaiannya, yaitu salah satu lengan bajunya lebar dan satunya lagi sempit.
Menurutnya, lengan yang ini (lebar) untuk membawa kitab sedang yang satunya
tidak diperlukan, kalau lebar berarti pemborosan.
Maka tidak
heran jika banyak ulama yang semasanya atau sesudahnya memberikan gelar Zaid
(mampu meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi) dan Wara’ (teguh atau tegar
dalam mensikapi kehidupan).[3]
Abu Dawud berhasil meraih reputasi tinggi dalam hidupnya di basrah, setelah
basrah mengalami kegersangan ilmu pasca serbuan Zarji pada tahun 257 H.
gubernur basrah pada waktu itu mengunjungi Abu Dawud di Baghdad untuk meminta
Abu Dawud pindah ke Basrah. Diriwayatkan oleh al-Kahttabi dari Abdillah bin
Muhammad al-Miski dari Abu Bakar bin Jabir (pembantu Abu Dawud), dia berkata:
“Bahwa Amir Abu Ahmad al-Muffaq minta untuk bertemu Abu Dawud, lalu Abu Dawud
bertanya: “Apa yang mendorong amir ke sini?”, Amir menjadi: “Hendaknya anda
mengajarkan Sunan kepada anakanakmu”. Yang kedua tanya Abu Dawud, Amir
menjawab: “Hendaknya anda membuat majlis tersendiri untuk mengajarkan Hadits
kepada keluarga khalifah, sebab mereka
enggan duduk bersama orang umum”. Abu Dawud
menjawab: “Permintaan kedua tidak bisa aku kabulkan, sebab derajat
manusia itu baik pejabat terhormat maupun rakyat jelata, dalam menuntut ilmu
dipandang sama”. Ibnu Jabir berkata: “Sejak itulah putera-putera khalifah
menghadiri majlis ta’lim, duduk bersama orang umum dan diberi tirai
pemisah.”5Atas permintaan Gubernur Abu Ahmad tersebut, maka Abu Dawud pindah ke Basrah dan menetap di sana hingga
wafat. Pada tahun 275 H Abu Dawud al-Sijistaniy menghembuskan nafas terakhirnya
dalam usia 73 tahun atau tepatnya pada tanggal 16 syawal 275 H di Basrah. . Beliau
dimakamkan di samping makam Sufyan Ats-Tsaury, semoga Allah senantiasa
melimpahkan rahmat dan ridho-Nya kepada beliau.
Abu Daud adalah
seorang pembelajar sejati dan tekun. Untuk bisa meriwayatkan hadis-hadis
Rasulullah beliau terbang dan hinggap dari satu kota kekota yang
lain untuk belajar dari para ulama ternama kala itu. Cukup banyak ulama-ulama
yang pernah menjadi guru-gurunya adalah Imam ahmad bin Hanbal, Al-Qanaby, Sulaiman
bin Harb, Abu Amr Adh-Dhariri, Abu Walid Ath-Thayalisi, Abu Zakariya Yahya bin
Ma’in, Abu Khaitsama, Zuhair bin Harb, Ad-Darimi, abu Ustman Said Al-Manshur,
Ibnu Abi Syaibah dan ulama lainnya.[4]
Imam Abu dawud
juga memiliki murid yang banyak dari setiap penjuru, diantara murid-muridnya
yang meriwayatkan sunan darinya, yaitu:Abu ath-Thayyib Ahmad bin Ibrahîm
al-Asynânî al-Baghdâdî, Abu Amru Ahmad bin Ali bin Hasan al-Bashrî, Abu Sa’id
ibnu al-A’râbî, Ali bin al-Hasan bin al-‘Abd al-Anshârî, Abu Ali Muhammad bin
Ahmad al-Lu’luî, Muhammad bin Bakr bin Dâsah at-Tamâr, Abu Usamah Muhammad bin
Abdul Malik ar-Ruwâts.
Abu
Daud meninggalkan banyak karya, khususnya dalam bidang Hadits dan sebagian Ilmu
Syariah pada umumnya karya-karya beliau tersebut ialah :
1.
Al-Maros
2.
Masail Al Imam
Ahmad
3.
An Nasikh Wa
Mansukh
4.
Risalah Fi
Washfi Kitab Al Sunan
5.
Al Zuhd
6.
Ijabat An
Sawalat Al-Ajuri
7.
Asilah An Ahmad
Bin Hanbal
8.
Tasmiyat
Al-Akhwan
9.
Kaul Qadr
10.
Sunan Abu Daud
11.
DLL
Contoh-contoh
hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud:
عَنِ
الْمِقْدَمِ قَالَ اُتِيَ رَسُولُ اللهُ صلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِوَضُوءٍ
فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلاَثًا وَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا ثُمَّ غَسَلَ
ذِرَاعَيْهِ ثَلاَثًا ثَلاَثًا مَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ ثَلاَثًا ثَلاَثًا ثُمَّ مَسَحَ
بِرَأْسِهِ وُاُذُنَيْهِ ظَاهِرِهِمَا وَبَاطِنِهِمَا.(رواه أبوداود وأحمد(
Artinya:
Dari Al-Miqdam. Ia berkata,” Rasulullah SAW, telah diberi air berwudu, lantas
beliau berwudu, maka di basuhnya kedua telapak tanganya tiga kali dan mukanya
tiga kali, kemudian membasuh kedua hastanya tiga kali, lalu berkumur dan
dimasukkannya air ke hidung tiga kali, kemudian disapunya kepala dan kedua
telinganya bagian luar dan dalam.” (Riwayat Abu Daud dan Ahmad)
عَنْ
عَائِشَةَ اَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ اَبِى حُبَيْشٍ تُسْتَحَاضُ فَقَالَ لَهَا
رَسُولُ اللهِ صلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِنَّ دَمَ الْحَيْضِ دَمُ اَسْوَدُ يُعْرَفُ, فَاِذَاكَانَ
ذَلِكَ فَأَمْسِكِى عَنِ الصَّلاَةِ فَاِذَاكَانَ الْأَخَرُ فَتَوَضَّئِ وَصَلِّى. (رواه أبوداود والنسائ
Artinya: Dari
Aisyah. Sesungguhnya Fatimah binti Abi Hubaisy telah berdarah
penyakit.Rasulullah berkata kepadanya, “Sesungguhnya darah haid berwarna hitam,
dikenal oleh kaum perempuan. Maka apabila ada darah semacam itu, hendaklah
engkau tinggalkan shalat;apabila keadaan darah tidak seperti tiu, hendaklah
engkau berwudu dan shalat.” (Riwayat Abu Daud dan Nasai).
عَنِ
ابْنِ عُمَرَ اَنَّ النَّبِيَ صلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى صَلاَةً
فَقَرَأَ فِيْهَا فَلَبِسَ عَلَيْهِ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ لِأَبِىْ
أَصَلَّيْتَ مَعَنَا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَمَا مَنَعَكَ اَنْ تَفَتَحَهَا عَلَىَّ.
(رواه أبوداود(
Artinya: Dari
Ibnu Umar, “ Sesungguhnya Nabi SAW, telah membaca sesuatu ketika shalat, tetapi
beliau ragu-ragu pada bacaan itu. Setelah shalat beliau berkata kepada Umar,”
adakah engkau ikut shalat tadi bersama dengan kami?jawab Umar, Ya, saya ikut.
Rasulullah berkata, mengapa engkau tidak tunjuki saya dalam bacaan
tadi.”(Riwayat Abu daud).
Ada
suatu kepastian bahwa beliau telah belajar Al-Qur’an dan literatur (bahasa)
arab, serta sejumlah materi lainnya. Sebelum beliau memulai belajar hadits,
kondisi seperti ini merupakan tradisi yang merakyat pada saat itu beliau
melakukan rihlah sangat intensif sekali untuk mempelajari hadits. Sebelum
dewasa, beliau sudah mempersiapkan diri untuk melanglang ke berbagai negeri.
Dia belajar hadits dari para ulama yang ditemaninya di Hijaz, Syam, Mesir,
Irak, Jazirah Sagar, Khurasan, dan negeri lainnya. Pengembaraannya ke beberapa
negeri itu mendapatkan hadits sebanyak-banyaknya, kemudian hadits itu disaring
lalu ditulis pada kitab sunan.
Beliau
menghabiskan waktunya selama 20 tahun di kota Tursusu, beliau berhasil meraih
reputasi yang luas selama hidupnya. Pada saat Bashroh mengalami kegersangan
akibat gangguan (serbuan) Zanji pada 257 H Gubernur Abu Ahmad pergi meminta
mengunjungi Abu Daud di rumahnya di Baghdad dan meminta beliau pindah menetap
di sana dengan harapan, kota yang gersang itu dapat direhabilitasi deengan
kehadiran beliau dan dengan berkumpulnya para ulama dan murid-muridnya di sana.
Para ulama
sangat menghormati, kemampuan adalah kejujuran dan ketakwaan beliau yang luar
biasa. Abu Daud tidak hanya seorang perowi, pengumpul dan penyusun hadits
tetapi juga ahli hukum yang handal dan kritikus hadits yang baik. Pada saat
mengkritik mengkritik hadits Abu Daud biasanya memeriksa materi tertulis.
Dalam menulis kitab Sunan-nya, Abu Dawud menggunakan sistem
penulisan secara mushanaf, yaitu berdasarkan tertib dan rumusan bab-bab fiqh.
Dalam kitab ini, Abu Dawud hanya memasukkan hadis-hadis yang materinya
berkenaan dengan hukum, dengan sistematika sebagai berikut.
1.
Kitab Ath-Thaharah, tersusun
dari 142 bab, memuat 386 hadis.
2.
Kitab Ash-Shalat, tersusun
dari 361 bab, memuat 1.154 hadis.
3.
Kitab Az-Zakat, tersusun
dari 46 bab, memuat 145 hadis.
4.
Kitab Al-Luqathah,
tanpa tercantum bab dan memuat 20 hadis.
5.
Kitab Al-Manasik, tersusun
dari 98 bab, memuat 325 hadis.
6.
Kitab An-Nikah, tersusun
dari 50 bab,memuat 129 hadis.
7.
Kitab Ath-Thalaq, tersusun
dari 50 bab, memuat 138 hadis.
8.
Kitab Ash-Shyiam, tersusun
dari 81 bab, memuat 164 hadis.
9.
Kitab Al-Jihad, tersusun
dari 182 bab, memuat 311 hadis.
10.
Kitab Adh-Dhahaya,
tersusun dari 17 bab, memuat 56 hadis.
11.
Kitab Ash-Shaid,
tersusun dari 4 bab, memuat 18 hadis.
12.
Kitab Al-Washaya, tersusun
dari 17 bab, memuat 23 hadis.
13.
Kitab Al-Faraidh, tersusun
dari 17 bab, memuat 23 hadis.
14.
Kitab Al-Kharaj, Al-Imarah, dan Al-Fay, tersusun dari 40 bab, memuat 161 hadis.
15.
Kitab Al-Janaiz, tersusun
dari 84 bab, memuat 53 hadis.
16.
Kitab Al-Aiman dan An-Nudzur, tersusun dari 32 bab, memuat 84 hadis.
17.
Kitab Al-Buyu’ dan Al-Ijarah, tersusun dari 92 bab, memuat 245 hadis.
18.
Kitab Al-Aqdhiyah, tersusun
dari 30 bab, memuat 70 hadis.
19.
Kitab Al-Ilmi, tersusun
dari 13 bab, memuat 28 hadis.
20.
Kitab Al-Asyribah,
tersusun dari 22 bab, memuat 67 hadis.
21.
Kitab Al-Ath’imah, tersusun
dari 55 bab, memuat 119 hadis.
22.
Kitab Ath-Thibbi, tersusun
dari 24 bab, memuat 71 hadis.
23.
Kitab Al-Ithqi, tersusun
dari 15 bab, memuat 43 hadis.
24.
Kitab Al-hur dan Al-Qira’ah, tanpa menyebut babnya dan memuat 40 hadis.
25.
Kitab Al-Hammam,
tersusun dari 3 bab, memuat 11 hadis.
26.
Kitab Al-Libas, tersusun
dari 47 bab, memuat 39 hadis.
27.
Kitab At-Tarajjul,
tersusun dari 21 bab, memuat 55 hadis.
28.
Kitab Al-Khatam,
tersusun dari 8 bab, memuta 26 hadis.
29.
Kitab Al-Fitan, tersusun
dari 7 bab, memuat 39 hadis.
30.
Kitab Al-Mahdi,
tanpa bab dan memuat 12 hadis.
31.
Kitab Al-Malahim, tersusun
dari 18 bab, memuat 60 hadis.
32.
Kitab Al-Hudud, tersusun
40 bab, memuat 43 hadis.
33.
Kitab Ad-Diyat, tersusun
dari 2 bab, memuat 102 hadis.
34.
Kitab As-Sunnah, tersusun
dari 32 bab, memuat 177 hadis.
35.
Kitab Al-Adab, tersusun
dari 180 bab, memuat 502 hadis.
Demikian sistematika penulisan Sunan Abu Dawud, sebagaimana
penulisan kitab hadis sunan lainnya. Kitab Sunan ini
keseluruhannya memuat 45 kitab, yang tersusun dari 1.872 bab, dan berisikan
5.274 hadis.[5]
Jika kita melihat jumlah hadis yang tercantum di atas, tampaknya
tidak sesuai dengan pernyataan Abu Dawud yang menyatakan bahwa hadis yang ia
tulis dalam kitab Sunan-nya sebanyak 4.800 buah hadis. Perbedaan ini
karena banyak hadis yang ditulis secara berulang-ulang. Pengulangan tersebut
kadang terjadi pada dua tempat atau
lebih dalam bab-babnya. Hal ini bisa
dimaklumi karenadalam kenyataannya, sebuah matan hadis bisa saja
mempunyai beberapa materi hukum yang berbeda-beda. Kenyataan inilah yang
menyebabkan sebuah hadis yang telah ditulis dan dicantumkan dalam sebuah kitab
danbab itu ditulis dan dicantumkan kembali dalam bab lainnya. Pengulangan ini sebenarnya
telah dinyatakan oleh Abu Dawud dalam mukadimah kitab Sunan tersebut.
1.
Ahmad ibn Hambal, salah seorang guru Abu Dawud, sangat menghargai
kitab Sunan ini. Bahkan, ulama yang lebih detail menyatakan sebagai
berikut:“ Ketahuilah oleh kamu bahwa kitab As-Sunan Abu Dawud ini merupakan
kitab berharga yang tak satu pun kitab ilmu keagamaan yang menyerupainya, yang
pernah ditulis oleh orang lain. Kitab tersebut diterima baik oleh semua orang,
sehingga menjadi hakim di antara para ulama dan generasi para fuqaha. Walaupun
merekaberbeda mazhab, masing-masing ‘menimba’ dan ‘meminum’ darinya. Dan kepada
kitab itu pula, penduduk Irak, Mesir, negeri-negeri maghrib (timur), dan
sebagian besar penduduk penjuru dunia bergantung kepada.”[6]
2.
Ibn Qayyim Al-Jauziyah
menilai bahwakitab Sunan karya Abu Dawud As-Sijistani ini merupakan
karuniabagi Islam, dengan mendapat kedudukan khusus yang diberikan oeh Allah swt. Kepadanya.
Ia menjadi hakim bagi kaum muslimin dan pelerai
bagi segala pertentangan. Kepadanyalah, orang-orang mencari keadilanuntuk ber-tahkim,
dan terhadap ketetapannyayang tegas itulah, orang-orang menjadi senang dan
rela. Abu Dawud telah menghimpun hadis-hadis hukum yang bertebaran di
masyarakat sedemikian lama, yang kemudian ia kumpulkan dan ia susun dengan
sebaik-baiknya, dan membuang hadis-hadis yang cacat dan lemah.
3.
An-Nawawi menyatakan, sekiranya orang-orang yang mengajarkan fiqh
maupun yang lainnya, berdasarkan ajaran yang terkadang dalam Sunan Abu Dawud
yang telah dikuasainya secara sempurna, hal itu tentu saja sangat menolong
perkembangan pemikiran umat. Hal ini karena dalam kitab ini, sebagian
besar hadisnya dapat dijadikan hujjah,
mudah diambil dan diringkas penjelasannya. Penulisnya termasuk orang pintar dan
cermat, sehingga tergambar dalam karya ini suatu penulisan kitab hadis yang
sistematis, sesuai dengan kebutuhan umat.[7]
4.
Abu Hamid Al-Ghazali memandang Sunan Abu Dawud memenuhi
syarat sebagai pegangan bagi para mujtahid ketika melakukan ijtihadnya.
Demikianlah
penilaiannya sebagian para ulama terhadap kitab Sunan Abu Dawud. Semuanya
menyatakan kekagumannya terhadap kitab hadis ini. Disisi lain, pribadi Abu
Dawud pun merupakan seorang figur fuqaha yang sangat pantas di teladani sikapnya, untuk
menyikapi berbagai perbedaan yang terjadi di bidang fiqih dewasa ini. Abu Dawud
tidak memihak kepada salah satu mazhab fiqh yang ada ketika ia hidup.
Penulis kitab Sunan-nya tidak ditujukan untuk memojokan
salah satu ajaran fiqh yang ada baik ketika itu maupun dewasa ini. Oleh karena
itu, kitabnya dapat diterima oleh semua kalangan pengkaji Islam, Khususnya
kajian dibidang hadis. Inilah salah satu kelebihan Imam Abu Dawud, baik sebagai
ahli hadis maupun sebagai fuqaha.
BAB III
Biografi Imam
Abu Dawud Nama lengkap Abu Dawud adalah Abu Dawud Sulaiman Bin alAsy’as Bin
Ishaq Al-Azdy al-Sijistaniy. Ia dilahirkan pada 202 H di Sijistani. Suatu kota
di Basrah. Sebagai ulama Mutaqaddimin yang produktif, beliau selalu memanfaatkan waktunya untuk menuntut
ilmu dan beribadah.
Setelah dewasa,
beliau melakukan rihlah dengan intensif untuk mempelajari Hadits. Ia melakukan
perjalanan ke Hijaz, Syam, Irak, Jazirah Arab dan Khurasan untuk bertemu
ulama-ulama Hadits. Pengembaraannya ini menunjang Abu Dawud mendapatkan Hadits
sebanyak-banyaknya untuk dijadikan referensi dalam penyusunan kitab sunahnya.
Pola hidup sederhana tercermin dalam kehidupannya. Maka tidak heran jika banyak
ulama yang semasanya atau sesudahnya memberikan gelar Zaid (mampu meninggalkan
hal-hal yang bersifat duniawi) dan Wara’ (teguh atau tegar dalam mensikapi
kehidupan).
Guru dan Murid
Imam Abu Dawud Abu Daud adalah seorang pembelajar sejati dan tekun. Untuk bisa
meriwayatkan hadis-hadis Rasulullah beliau terbang dan hinggap dari satu kota kekota yang
lain untuk belajar dari para ulama ternama kala itu. Cukup banyak ulama-ulama
yang pernah menjadi guru-gurunya adalah Imam ahmad bin Hanbal, Al-Qanaby,
Sulaiman bin Harb, Abu Amr Adh-Dhariri, Abu Walid Ath-Thayalisi, Abu Zakariya
Yahya bin Ma’in, Abu Khaitsama, Zuhair bin Harb, Ad-Darimi, abu Ustman Said
Al-Manshur, Ibnu Abi Syaibah dan ulama lainnya.
Imam Abu dawud
juga memiliki murid yang banyak dari setiap penjuru, diantara murid-muridnya
yang meriwayatkan sunan darinya, yaitu:Abu ath-Thayyib Ahmad bin Ibrahîm
al-Asynânî al-Baghdâdî, Abu Amru Ahmad bin Ali bin Hasan al-Bashrî, Abu Sa’id
ibnu al-A’râbî, Ali bin al-Hasan bin al-‘Abd al-Anshârî, Abu Ali Muhammad bin
Ahmad al-Lu’luî, Muhammad bin Bakr bin Dâsah at-Tamâr, Abu Usamah Muhammad bin
Abdul Malik ar-Ruwâts.
Karya-karya Abu
Daud Abu Daud meninggalkan banyak karya, khususnya dalam bidang Hadits dan
sebagian Ilmu Syariah pada umumnya karya-karya beliau tersebut ialah :
Al-Maros, Masail Al Imam Ahmad, An Nasikh Wa Mansukh, Risalah Fi Washfi Kitab
Al Sunan, Sunan Abu Dawud
Para
ulama sangat menghormati, kemampuan adalah kejujuran dan ketakwaan beliau yang
luar biasa. Abu Daud tidak hanya seorang perowi, pengumpul dan penyusun hadits
tetapi juga ahli hukum yang handal dan kritikus hadits yang baik. Pada saat
mengkritik mengkritik hadits Abu Daud biasanya memeriksa materi tertulis.
Karya yang kami susun ini bukanlah karya
yang sempurna tapi sesuatu yang lahir dari kerja keras. tentunya kerja keras
penyusun bukan tanpa kekurangan hasilnya ini. maka kami senantiasa mengharapkan
masukan dan kritikan rekan-rekan pembaca, dan mudah-mudahan rekan-rekan semua
dapat menggali terus Hadits Imam Dawud dan keruntunan ide agar kita dapat
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang hal tersebut. Mudah-mudahan
dengan terciptanya makalah ini khususnya bagi penyusun umumnya untuk para
pembaca bisa mengembangkan atau membuat sebuah Hadits Imam Dawud yang baik berdasarkan kriteria yang ada.
Ajajj, al-Khatib, Muhammad . 1975. Ushul al-Hadits: ‘Ilmuhu wa
Musthalahuhu. Damaskus: Dar al-Fikri
Al-Khaththabi, Sulaiman. Ma’alim As-Sunnah, Beirut;
Al-Maktabah Al-Ilmiyah, Jilid I.
As-Shalih,
Subhi. 2007. Membahas Ilmu-Ilmu Hadits. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Mudasir. 1999. Ilmu Hadits. Bandung: Pusaka Setia.
Khaeruman, Badri. 2010. Ulum Al-Hadis. Bandung: Pustaka
Setia.
Muhyi Ad-Din, Muhammad. Abu Hamid. Sunan Abu Dawud, Bandung:
maktabah Dahlan.
[1]Muhammad
‘Ajajj al-Khatib, Ushul al-Hadits: ‘Ilmuhu wa Musthalahuhu, (Damaskus:
Dar al-Fikri, 1975), H. 320
Tidak ada komentar :
Posting Komentar