BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Petunjuk pendidikan dalam al-Qur’an tidak terhimpun dalam kesatuan pragmen
tetapi ia diungkapkan dalam berbagai ayat dan surat al-Qur’an, sehingga untuk
menjelaskannya perlu melalui tema-tema pembahasan yang relevan dan ayat-ayat
yang memberikan informasi-informasi pendidikan yang dimaksud.
Petunjuk-petunjuknya bertujuan memberi kesejahteraan
dan kebahagiaan bagi manusia, baik secara pribadi maupun kelompok, dan karena
itu ditemukan petunjuk-petunjuk bagi manusia dalam kedua bentuk tersebut.
Muhammad Rasulullah dipandang sukses dalam mendidik masyarakatnya menjadi
masyarakat yang berbudi tinggi dan akhlak mulia. Pada mulanya masyarakat Arab adalah masyarakat jahiliyah, sehingga
perkataan primitif tidak cukup untuk menggambarkannya, hingga datang Rasulullah
yang membawa mereka untuk meninggalkan kejahiliahan tersebut dan mencapai suatu
bangsa yang berbudaya dan berkepribadian yang tinggi, bermoral serta memberi
pengetahuan.
Nabi Muhammad Saw sebagai utusan Allah untuk manusia di bumi ini di beri
kuasa oleh Allah sebagai penerima wahyu, yang diberi tugas untuk mensucikan dan
mengajarkan manusia sebagaimana dalam surat al-Baqarah ayat 151. Dalam ayat
tersebut mensucikan diartikan dengan mendidik, sedang mengajar tidak lain
kecuali mengisi benak anak didik dengan pengetahuan yang berkaitan dan
metafisika dan fisika.
Pada makalah ini akan dibahas konsep pendidikan menurut Al-Qur’an yang akan
mencoba menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan konsep pendidikan yaitu dalam
surat Al-Baqarah ayat 31-34, surat Al-Baqarah ayat 129 dan 151, dan surat
Luqman ayat 13-14.
B.
Rumusan Masalah
1.
Pengertian Konsep dan
Pendidikan?
2.
Tujuan dan
fungsi pendidikan islam?
3.
Konsep Pendidikan Menurut
Al-Qur’an?
4.
Bagaimana Tafsir Ayat
Tentang Pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Konsep dan Pendidikan
Konsep berasal dari bahasa Inggris “concept” yang
berarti “ide yang mendasari sekelas sesuatu objek”,dan “gagasan atau ide umum”.
Kata tersebut juga berarti gambaran yang bersifat umum atau abstrak dari
sesuatu.
Dalam kamus Bahasa Indonesia, konsep diartikan dengan (1) rancangan atau
buram surat tersebut. (2) Ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa
konkrit (3) gambaran mental dari objek, proses ataupun yang ada diluar bahasa
yang digunakan untuk memahami hal- hal lain.
Berangkat dari pemikiran bahwa suatu
usaha yang tidak mempunyai tujuan tidak akan mempunyai arti apa-apa. Ibarat
seseorang yang bepergian tak tentuh arah maka hasilnya adalah tak lebih dari
pengalaman selama perjalanan. Pada dasarnya pendidikan merupakan usaha yang
dilakukan sehingga dalam penerapannya ia tak kehilangan arah dan pijakan. Namun
sebelum masuk pada pembahasan mengenai fungsi dan tujuan Pendidikan Islam
terlebih dahulu perlu dijelaskan apa pengertian Pendidikan Islam.
Pengertian pendidikan Islam yaitu
sebuah proses yang dilakukan untuk menciptakan manusia-manusia yang seutuhnya;
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan serta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai
khalifah Allah dimuka bumi, yang berdasarkan kepada ajaran Al-qur’an dan
Sunnah, maka tujuan dalam konteks ini terciptanya insan kamil setelah
prosespendidikan berakhir.[1]
Prof. H. Muhamad Daud Ali, S.H.
berpendapat bahwa pendidkan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh manusia
untuk mengembangkan potensi manusia lain atau memindahkan nilai-nilai yang
dimilikinya kepada orang lain dalam masyarakat. [2] Proses pemindahan nilai itu
dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah, pertama
melalui pengajaran yaitu proses pemindahan nilai berupa (Ilmu) pengetahuan dari
seorang guru kepada murid-muridnya dari suatu generasi kegenerasi
berikutnya. kedua melalui pelatihan yang dilaksanakan dengan jalan
membiasakan seseorang melakukan pekerjaan tertentu untuk memperoleh
keterampilan mengerjakan pekerjaan tersebut. ketiga melalui
indoktrinnasi yang diselenggarakan agar orang meniru atau mengikuti apa saja
yang diajarkan orang lain tanpa mengijinkan si penerima tersebut mempertanyakan
nilai-nilai yang diajarkan.
Terkadang apabila ingin membahas
seputar Islam dalam Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat menarik terutama
dalam kaitannya dengan upaya pembangunan Sumber Daya Manusia muslim,
sebagaimana Islam di pahami sebagai pegangan hidup yang diyakini mutlak
kebenarannya akan merai arah dan landasan etis serta moral pendidikan, atau
dengan kata lain hubungan antara Islam dan pendidikan bagaikan dua sisi keping
mata uang. Artinya, Islam dan pendidikan mempunyai hubungan filosofis yang
sangat mendasar baik secara ontologis, epistimologis maupun aksiologis.[1]
Pemikiran di atas sejalan dengan
falsafah bahwa sebuah usaha yang tidak mempunyai tujuan tidak akan mempunyai
arti apa-apa. Ibarat seseorang yang bepergian tak tentu arah maka hasilnya
adalah tidak lebih dari pengalaman selam perjalanan. Pada dasarnya pendidikan
merupakan usaha yang dilakukan sehingga dalam penerapannya ia tak kehilangan
arah dan pijakn. Namun sebelum masuk dalam pembahasan mengenai fungsi dan
tujuan pendidikan Islam terlebih dahulu perlu dijelaskan apa pengertian
Pendidikan Islam itu sendiri.
Zarkowi Soejati dalam makalahnya yang berjudul
“Model-model Perguruan Tinggi Islam” mengemukakan pendidikan Islam paling
tidak mempunyai tiga pengertian. Pertama ; lembaga pendidikan Islam itu
pendirian dan penyelenggaraannya didorong oleh hasrat mengejawantahkan
nilai-nilai Islam yang tercermin dalam nama lemabaga pendidikan itu dan
kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan. Kedua ; lembaga pendidikan
memberikan perhatian dan menyelenggarakan kajian tentang Islam yang tercermin
dalam program sebagai ilmu yang diperlukanseperti ilmu-ilmu lain yang menjkadi
program kajian lembaga pendidikan Islam yang bersangkutan. Ketiga ;
mengandung kedua pengertian di atas dalam arti lembaga tersebut memperlakukan
Islam sebagai sumber nilai bagi sikap dan tingkah laku yang harus tercermin
dalam penyelenggaraannya maupun sebagai bidang kajian yang tercermin dalam
program kajiannya.[3]
Sedangkan pengertian pendidikan menurut Mohamad Natsir adalah suatu
pimpinan jasmani dan ruhani menuju kesempurnaan kelengkapan arti kemanusiaan
dengan arti sesungguhnya.
Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab 1 ayat 1,
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Kemudian pengertian pendidikan Islam antara lain menurut Dr. Yusuf Qardawi
sebagaimana dikutip Azyumardi Azra memberi pengertian pendidikan Islam yaitu
pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak
dan keterampilannya. Karena pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup dan
menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya,
manis pahitnya.
Endang Saefuddin Anshari memberi pengertian secara lebih tehnis, pendidikan
Islam sebagai proses bimbingan (pimpinan, tuntunan dan usulan) oleh subyek
didik terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, intuisi), dan
raga obyek didik dengan bahan-bahan materi tertentu, pada jangka waktu
tertentu, dengan metode tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah
terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai ajaran Islam. Pendidikan
Islam adalah suatu proses pembentukan individu berdasarkan ajaran-ajaran Islam
yang diwahyukan Allah SWT kepada Muhammad Saw.
Sedangkan menurut hasil rumusan Seminar Pendidikan Islam se-Indonesia tahun
1960, memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai: “bimbingan terhadap
pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan,
mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.”
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, terdapat perbedaan antara
pengertian pendidikan secara umum dengan pendidikan Islam. Pendidikan secara umum merupakan proses pemindahan nilai-nilai budaya
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perbedaan tersebut dalam hal
nilai-nilai yang dipindahkan (diajarkan). Dalam pendidikan Islam, nilai-nilai
yang dipindahkan berasal dari sumber-sumber nilai Islam yakni Al-Qur’an, Sunah
dan Ijtihad.
Jadi, pendidikan Islam merupakan proses bimbingan baik jasmani dan rohani
berdasarkan ajaran-ajaran agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian
muslim sesuai dengan ukuran-ukuran Islam.
B.
Tujuan Dan
Fungsi Pendidikan Islam
Sebelum lebih jauh menjelaskan tujuan pendidikan Islam
terlebih dahulu apa sebenarnya makna dari “tujuan” tersebut. Secara etimologi
tujuan adalah “arah, maksud atau haluan.”[4] Termminologinya tujuan berarti sesuatu
diharapkan tercapai setelah sebuah usaha atau kegiatan selesai. Oleh H.M.
Arifin menyebutkan, bahwa tujuan proses pendidikan Islam adalah
“idealitas (cita-cita) yang mengandung nilai-nilai Islam yang hendak dicapai
dalam proses kependidikan yang berdasarkan ajaran Islam secara bertahap.
Maka secara umum, tujuan pendidikan
Islam terbagi kepada: pertama tujuan umum adalah tujuan yag akan dicapai
dengan semua kegiatan pendidikan baik pengajaran atau dengan cara lain. kedua,
tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi
sejumlah pengalamn tertentu yang direncanakan dalam sebuah kurikulum. ketiga,
tujuan akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar peserta didik menjadi
manusia-manusia sempurna (insan kamil) setelah ia menghabisi sisa
hidupnya. Sementara keempat tujuan oprasional adalah tujuan
praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertenru.
Sementara itu dalam Konferensi Internasional Pertama tentang
Pendidikan Islam di Mekah pada tahun 1977 merumuskan tujuan pendidikan Islam
sebagai berikut :
“Pendidikan bertujuan mencapai
pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang melalui latihan
jiwa, intelek, diri manusia yang rasional ; perasaan dan indera. Oleh karena
itu pendidikan harus mencakup pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya ;
spritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa, baik secara individu
maupun secara kolektif, dan mendorong semua aspek ini ke arah kebaikan untuk
mencapai kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan
ketundukkan yang sempurna kepada Allah baik secara pribadi, komunitas, maupun
seluruh umat manusia”.[5]
Konsep di atas sejalan dengan rumusan tujuan pendidikan
Islam, yaitu meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengalaman
anak tentang Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa
kepada Allah swt serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Sehingganya dalam konteks ini pendidikan Islam
haruslah senantiasa mengorientasikan diri kepada menjawab kebutuhan dan
tantangan yang muncul dalam masyarakat kita sebagai konsekuensi logis dari
perubahan.
Dapat pula katakan, bahwa tujuan
pendidikan Islam adalah kepribadian muslim, yaitu sesuatu kepribadian yang
seluruh aspeknya dijiwai oleh ajaran Islam. Orang yang dalam kepribadian muslim
dalam Al-qur’an disebut “Muttaqin” karena itu Pendidikan Islam berarti pula
pembentukan manusia yang bertakwa, sebagaimana konsep pendidikan nasional yang
dituangkan dalam tujuan pendidikan nasional yang akan membentuk manusia
pancasilais yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan demikian jika dilakukan
rekonstruksi, maka menurut Islam ilmu yang selayaknya dikuasai manusia
merupakan perpaduan dari ilmu – ilmu yang diperoleh manusia melalui kawasan
alam semesta dengan ilmu yang dikirim melalui wahyu yang dapat ditangkap oleh
para nabi dan rasul. Dalam perspektif pendidikan Islam yang menyiapkan
manusia agar dapat melakukan perannya, baik sebagai khalifah maupun
sebagai ‘abd, maka ilmu yang wajib dituntut adalah ilmu yang
sifatnya terpadu, dan inilah ciri khas pendidikan Islam.
Dilihat dari tujuan pendidikan di
atas maka dengan sendirinya terimplisit fungsi pendidikan Islam. Dapat
diartikan fungsi Pendidikan Islam adalah untuk menjaga keutuhan unsur–unsur
individu anak didik dengan mengoptimalkan potensinya dalam garis
keridhaan Allah, serta mengoptimalkan perkembangannya untuk bertahan hidup
terhadap aspek keterampilan setiap anak. Pendidikan Islam adalah pendidikan
terbuka. Artinya Islam mengakui adanya perbedaan, akan tetapi perbedaannya yang
hakiki ditentukan oleh amalnya. Oleh karena itu pendidikan Islam pada dasarnya
terbuka, demokratis, dan universal. Keterbukaan tersebut ditandai dengan
kelenturan untuk mengadopsi (menyerap) unsur–unsur positif dari luar, sesuai
perkembangan dan kebutuhan masyarakatnya, dan tetap menjaga dasar–dasarnya yang
original yang bersumber pada Al-Qur’an dan Al-hadits.[6]
Singkatnya, pendidikan Islam secara
ideal berfungsi membina dan menyiapkan anak-anak dalam keluarga termasuk anak
didik yang berilmu, berteknologi, berketerampilan tinggi dan sekaligus beriman
dan beramal saleh. Oleh karena itu penjabaran materi pendidikan Islam
tidak hanya berkisar pada hal–hal yang berkaitan dengan masalah–masalah ubudiyah
yang khas (khusus) seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lain–lain, akan
tetapi ubudiyah yang lebih umum dan luas, yaitu pengembangan ilmu sosial
sehingga anak dapat berinteraksi dengan lingkungannya secara baik maupun
pengembangan pengetahuan dan teknologi yang sangat bermanfaat dalam
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan.
Dengan demikian pendidikan
menyandang misi keseluruhan aspek kebutuhan hidup serta perubahan-perubahan
yang terjadi. Akibat logisnya, pendidikan senantiasa mengundang pemikiran dan
kajian baik secara konseptual maupun oprasionalnya. Sehingga diperoleh
relevansi dan kemampuan menjawab tantangan serta memcahkan masalah-masalah yang
dihadapi oleh umat Islam.
C.
Konsep
Pendidikan Menurut Al-Qur’an
Merujuk kepada informasi al-Qur’an pendidikan mencakup
segala aspek jagat raya ini, bukan hanya terbatas pada manusia semata, yakni
dengan menempatkan Allah sebagai Pendidik Yang Maha Agung. Konsep pendidikan
al-Qur’an sejalan [2]dengan
konsep pendidikan Islam yang dipresentasikan melalui kata tarbiyah, ta’lim dan
ta’dib.
Tarbiyah berasal dari kata Robba, pada hakikatnya merujuk kepada Allah
selaku Murabby (pendidik) sekalian alam. Kata Rabb (Tuhan) dan Murabby
(pendidik) berasal dari akar kata seperti termuat dalam ayat al-Qur’an:
ôÙÏÿ÷z$#ur $yJßgs9 yy$uZy_ ÉeA%!$# z`ÏB ÏpyJôm§9$# @è%ur Éb>§ $yJßg÷Hxqö$# $yJx. ÎT$u/u #ZÉó|¹ ÇËÍÈ
Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil". (Q.S. Al-Israa:24)
Menurut Syed Naquib
Al-Attas, al-tarbiyah mengandung pengertian mendidik, memelihara menjaga dan
membina semua ciptaan-Nya termasuk manusia, binatang dan tumbuhan. Sedangkan Samsul Nizar menjelaskan kata al-tarbiyah mengandung arti
mengasuh, bertanggung jawab, memberi makan, mengembangkan, memelihara,
membesarkan, menumbuhkan dan memproduksi baik yang mencakup kepada aspek
jasmaniah maupun rohaniah
Kata Rabb di dalam Al-Qur’an diulang sebanyak 169 kali
dan dihubungkan pada obyek-obyek yang sangat banyak. Kata Rabb ini juga sering dikaitkan dengan kata alam, sesuatu selain
Tuhan. Pengkaitan kata Rabb dengan kata alam tersebut seperti pada surat
Al-A’raf ayat 61:
tA$s% ÉQöqs)»t }§øs9 Î1 ×'s#»n=|Ê ÓÍh_Å3»s9ur ×Aqßu `ÏiB Éb>§ úüÏHs>»yèø9$# ÇÏÊÈ
Artinya: “Nuh
menjawab: "Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikitpun tetapi Aku
adalah utusan dari Tuhan semesta alam".
Pendidikan diistilahkan
dengan ta’dib, yang berasal dari kata kerja “addaba” . Kata al-ta’dib
diartikan kepada proses mendidik yang lebih tertuju pada pembinaan dan
penyempurnaan akhlak atau budi pekerti peserta didik (Samsul Nizar, 2001: 90).
Kata ta’dib tidak dijumpai langsung dalam al-Qur’an, tetapi pada tingkat
operasional, pendidikan dapat dilihat pada praktek yang dilakukan oleh
Rasulullah. Rasul sebagai pendidik agung dalam pandangan pendidikan Islam,
sejalan dengan tujuan Allah mengutus beliau kepada manusia yaitu untuk menyempurnakan
akhlak (Jalaluddin, 2003: 125). Allah juga menjelaskan, bahwa sesungguhnya
Rasul adalah sebaik-baik contoh teladan bagi kamu sekalian.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَة ٌ لِمَنْ كَانَ
يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِر
وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرا
Artinya: “Sesungguhnya telah ada
pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah”.
Selanjutnya Rasulullah Saw meneruskan wewenang dan
tanggung jawab tersebut kepada kedua orang tua selaku pendidik kodrati. Dengan
demikian status orang tua sebagai pendidik didasarkan atas tanggung jawab
keagamaan, yaitu dalam bentuk kewajiban orang tua terhadap anak, mencakup
memelihara dan membimbing anak, dan memberikan pendidikan akhlak kepada
keluarga dan anak-anak.
Pendidikan disebut
dengan ta’lim yang berasal dari kata ‘alama berkonotasi pembelajaran yaitu
semacam proses transfer ilmu pengetahuan. Dalam kaitan pendidikan ta’lim
dipahami sebagai sebagai proses bimbingan yang dititikberatkan pada aspek
peningkatan intelektualitas peserta didik (Jalaluddin, 2003: 133). Proses
pembelajaran ta’lim secara simbolis dinyatakan dalam informasi al-Qur’an ketika
penciptaan Adam As oleh Allah Swt. Adam As sebagai cikal bakal dari makhluk
berperadaban (manusia) menerima pemahaman tentang konsep ilmu pengetahuan
langsung dari Allah Swt, sedang dirinya (Adam As) sama sekali kosong. Sebagaimana
tertulis dalam surat al-Baqarah ayat 31 dan 32:
zN¯=tæur tPy#uä uä!$oÿôF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÌÊÈ (#qä9$s% y7oY»ysö6ß w zNù=Ïæ !$uZs9 wÎ) $tB !$oYtFôJ¯=tã ( y7¨RÎ) |MRr& ãLìÎ=yèø9$# ÞOÅ3ptø:$# ÇÌËÈ
Artinya: “Dan Dia
mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku
nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar. Mereka menjawab, “Maha suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari
apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Dari ketiga konsep
diatas, terlihat hubungan antara tarbiyah, ta’lim dan ta’dib. Ketiga konsep
tersebut menunjukkan hubungan teologis (nilai tauhid) dan teleologis
(tujuan) dalam pendidikan Islam sesuai al-Qur’an yaitu membentuk akhlak
al-karimah.
D.
Ayat-Ayat lain
yang Berhubungan dengan Pendidikan
1. Surat al-Baqarah ayat 129
$uZ/u ô]yèö/$#ur öNÎgÏù Zwqßu öNåk÷]ÏiB (#qè=÷Gt öNÍkön=tæ y7ÏG»t#uä ÞOßgßJÏk=yèãur |=»tGÅ3ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur öNÍkÏj.tãur 4 y7¨RÎ) |MRr& âÍyèø9$# ÞOÅ3ysø9$# ÇÊËÒÈ
Artinya: “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur’an) dan hikmah serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Penjelasan dari ayat diatas, makna Dia yakni Allah
mengajar Adam nama-nama benda seluruhnya, yakni memberinya potensi pengetahuan
tentang nama-nama atau kata-kata yang digunakan menunjuk benda-benda, atau
mengajarkannya mengenal fungsi benda-benda.
Ayat ini menginformasikan bahwa manusia dianugerahi
potensi untuk mengetahui nama atau fungsi dan karakteristik benda-benda,
misalnya fungsi api, fungsi angin dan sebagainya. Dia juga dianugerahi potensi
untuk berbahasa. Sistem pengajaran bahasa kepada manusia (anak-anak) bukan
dimulai dengan mengajarkan kata kerja, tetapi mengajarnya terlebih dahulu
nama-nama (yang mudah), seperti ini papa, ini mama, itu pena, itu pensil dan
sebagainya. Itulah sebagian makna yang dipahami oleh para ulama dari firman-Nya:
Dia mengajar Adam nama-nama (benda) seluruhnya.
Bagi ulama-ulama yang memahami pengajaran nama-nama
kepada Adam As, dalam arti mengajarkan kata-kata, diantara mereka ada yang
berpendapat bahwa kepada beliau dipaparkan benda-benda itu, dan pada saat yang
sama beliau mendengar suara yang menyebut nama benda yang dipaparkan itu. Ada
juga yang berpendapat bahwa Allah mengilhamkan kepada Adam As nama benda itu
pada saat dipaparkannya sehingga beliau memiliki kemampuan untuk memberi kepada
masing-masing benda nama-nama yang membedakannya dari benda-benda yang lain.
Pendapat ini lebih baik dari pendapat pertama. Ia pun tercakup oleh kata
mengajar karena mengajar tidak selalu dimaknakan menyampaikan suatu kata atau
idea, tetapi dapat juga berarti mengasah potensi yang dimilki peserta didik
sehingga pada akhirnya potensi itu terasah dan dapat melahirkan aneka
pengetahuan.
Apapun tafsiran ayat tersebut, namun yang pasti salah
satu keistimewaan manusia adalah kemampuannya mengekspresikan apa yang
terlintas dalam benaknya serta kemampuannya menangkap bahasa sehingga
mengantarkannya untuk mengetahui. Kemampuan manusia merumuskan idea dan memberi
nama bagi segala sesuatu merupakan langkah menuju terciptanya manusia
berpengetahuan dan lahirnya ilmu pengetahuan.
Kata al-‘alim terambil dari akar kata ‘ilm berarti
menjangkau sesuatu sesuai dengan keadaannya yang sebenarnya. Bahasa Arab menggunakan semua kata yang tersusun dari huruf ‘ain, lam
dan mim dalam berbagai bentuknya untuk menggambarkan sesuatu yang sedemikian
jelas sehingga tidak menimbulkan keraguan. Allah Swt menamai dirinya “alim
karena pengetahuan-Nya yang amat jelas sehingga terungkap baginya hal-hal yang
sekecil-kecilnya apapun.
Pengetahuan semua
makhluk bersumber dari pengetahuan-Nya. “Allah mengetahui apa-apa yang
dihadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa
dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.”
Melalui informasi ayat diatas, diketahui bahwa
pengetahuan yang dianugerahkan Allah Swt kepada Adam As, atau potensi untuk
mengetahui segala sesuatu dari benda-benda dan fenomena alam merupakan bukti
kewajaran Adam As menjadi khalifah di muka bumi ini.
Kekhalifahan di bumi adalah kekhalifahan yang bersumber
dari Allah Swt, yang antara lain bermakna melaksanakan apa yang dikehendaki
Allah menyangkut bumi ini. Dengan demikian
pengetahuan atau potensi yang dianugerahkan Allah itu merupakan syarat
sekaligus modal utama untuk mengelola bumi ini. Tanpa pengetahuan atau
pemanfaatan potensi berpengetahuan, maka tugas kekhalifahan manusia akan gagal,
walau dia tekun beribadah kepada Allah Swt, serupa dengan sujud dan ketaatan
malaikat. Akhirnya, Allah Swt, bermaksud menegaskan bahwa bui tidak dikelola
semata-mata hanya dengan tasbih dan tahmid tetapi dengan amal ilmiah dan ilmu
amaliyah.
2.
Surat al-Baqarah ayat 151
!$yJx. $uZù=yör& öNà6Ïù Zwqßu öNà6ZÏiB (#qè=÷Gt öNä3øn=tæ $oYÏG»t#uä öNà6Ïj.tãur ãNà6ßJÏk=yèãur |=»tGÅ3ø9$# spyJò6Ïtø:$#ur Nä3ßJÏk=yèãur $¨B öNs9 (#qçRqä3s? tbqßJn=÷ès? ÇÊÎÊÈ
Artinya; “Sebagaimana (Kami telah
menyempurnakan nikmat Kami kepadamu), Kami telah mengutus kepadamu Rasul
diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu
dan mengajarkan kepadamu al-Kitab dan hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa
yang belum kamu ketahui.”
Adapun surat al-Baqarah ayat 129 memuat tentang do’a nabi
Ibrahim As supaya Allah menurunkan di kalangan anak cucu keturunannya seorang
Rasul yang menyampaikan pokok-pokok pendidikan dan pengajaran agar mereka
kembali kepada kesuciannya. Dan Rasul yang dimaksud adalah Nabi Muhammad Saw,
beliau membawa petunjuk pendidikan dan pengajaran untuk dapat mereka pedomani
dalam kehidupannya.
Rasul yang domohonkan (Nabi Muhammad Saw) bertugas untuk
terus membacakan kepada umatnya ayat-ayat Allah baik berupa wahyu yang
diturunkan, maupun alam raya yang diciptakan, dan terus mengajarkan kepada
mereka kandungan al-Kitab yaitu al-Qur’an, atau tulis baca, dan al-Hikmah yakni
Sunnah, atau kebijakan dan kemahiran melaksanakan hal yang mendatangkan manfaat
serta menampik mudharat, serta mensucikan jiwa umatnya dari segala macam
kotoran, kemunafikan, dan penyakit-penyakit jiwa.
Hal-hal yang dimohonkan Nabi Ibrahim diatas, mempunyai
keserasian perurutannya. Dimulai dengan permohonan kehadiran rasul yang menyampaikan
tuntunan Allah, yakni membacakan Al-Qur’an, selanjutnya permohonan untuk
mengajarkan makna dan pesan-pesanya, kemudian pengetahuan yang menghasilkan
kesucian jiwa, melalui pengamalan sesuai dengan tuntunan Allah Swt.
Terdapat banyak kaitan antara kandungan ayat 129 dan ayat
151. Pada ayat 151 menyucikan ditempatkan pada peringkat kedua dari lima macam
anugerah Allah dalam konteks memperkenankan do’a Nabi Ibrahim, yaitu: Rasul
dari kelompok mereka, membacakan ayat-ayat Allah, menyucikan mereka, mengajarkan
al-Kitab dan al-Hikmah, mengajarkan apa yang mereka belum ketahui.
Kalimat mengajarkan apa yang belum mereka ketahui
merupakan nikmat tersendiri, mencakup banyak hal dan melalui berbagai cara.
Sejak awal diturunkannya al-Qur’an telah mengisyaratkan dalam wahyu pertama
(iqra’) bahwa ilmu yang dperoleh manusia diraih dengan dua cara, pertama
melalui upaya belajar mengajar dan yang kedua anugerah langsung dari Allah
berupa ilham dan intuisi.(M. Quraish Shihab, vol,1, 2002, 361).
3.
Surat Luqman
ayat 13
øÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏèt ¢Óo_ç6»t w õ8Îô³è@ «!$$Î/ ( cÎ) x8÷Åe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOÏàtã ÇÊÌÈ
Artinya: “Dan ingatlah ketika
luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran kepadanya: Hai
anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan
Allah adalah benar-benar kedzaliman yang besar.”
Adapun surat al-Baqarah ayat 129 memuat tentang do’a nabi
Ibrahim As supaya Allah menurunkan di kalangan anak cucu keturunannya seorang
Rasul yang menyampaikan pokok-pokok pendidikan dan pengajaran agar mereka
kembali kepada kesuciannya. Dan Rasul yang dimaksud adalah Nabi Muhammad Saw,
beliau membawa petunjuk pendidikan dan pengajaran untuk dapat mereka pedomani
dalam kehidupannya.
Rasul yang dimohonkan (Nabi Muhammad
Saw) bertugas untuk terus membacakan kepada umatnya ayat-ayat Allah baik berupa
wahyu yang diturunkan, maupun alam raya yang diciptakan, dan terus mengajarkan
kepada mereka kandungan al-Kitab yaitu al-Qur’an, atau tulis baca, dan
al-Hikmah yakni Sunnah, atau kebijakan dan kemahiran melaksanakan hal yang
mendatangkan manfaat serta menampik mudharat, serta mensucikan jiwa umatnya
dari segala macam kotoran, kemunafikan, dan penyakit-penyakit jiwa.
Hal-hal yang dimohonkan Nabi Ibrahim diatas, mempunyai
keserasian perurutannya. Dimulai dengan permohonan kehadiran rasul yang
menyampaikan tuntunan Allah, yakni membacakan Al-Qur’an, selanjutnya permohonan
untuk mengajarkan makna dan pesan-pesanya, kemudian pengetahuan yang
menghasilkan kesucian jiwa, melalui pengamalan sesuai dengan tuntunan Allah
Swt.
Terdapat banyak kaitan antara kandungan ayat 129 dan ayat
151. Pada ayat 151 menyucikan ditempatkan pada peringkat kedua dari lima macam
anugerah Allah dalam konteks memperkenankan do’a Nabi Ibrahim, yaitu: Rasul
dari kelompok mereka, membacakan ayat-ayat Allah, menyucikan mereka,
mengajarkan al-Kitab dan al-Hikmah, mengajarkan apa yang mereka belum ketahui.
Kalimat mengajarkan apa yang belum mereka ketahui
merupakan nikmat tersendiri, mencakup banyak hal dan melalui berbagai cara.
Sejak awal diturunkannya al-Qur’an telah mengisyaratkan dalam wahyu pertama
(iqra’) bahwa ilmu yang dperoleh manusia diraih dengan dua cara, pertama
melalui upaya belajar mengajar dan yang kedua anugerah langsung dari Allah
berupa ilham dan intuisi.
Secara garis besar nasehat dalam ayat tersebut
berisi tentang hal-hal berikut:
·
Masalah ketauhidan, yaitu
larangan menyekutukan Allah. Walaupun seandainya perintah menyekutukan Allah
datang dari orang tua (ibu dan bapak), maka perintah tersebut tetap harus
ditolak.
·
Kewajiban anak untuk berbakti kepada ibu bapaknya dengan cara berlaku
santun dan lemah lembut.
·
Menyangkut misi utama
kemanusiaan, yaitu berupa kewajiban menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar.
·
Membangun hubungan manusia dengan melakukan perbuatan baik, sikap dan
perilaku dalam pergaulan, serta kesedehanaan dalam berkomunikasi dengan sesama.
Isi nasehat ketiga diatas mengantarkan
pada kejelasan makna bahwa ada patokan fundamental tentang pendidikan dalam
al-Qur’an. Pendidikan dapat disimpulkan sebagai suatu peristiwa komunikasi yang
berlangsung dalam situasi dialogis antara manusia untuk mencapai tujuan
tertentu.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan konsep
pendidikan menurut Al-Qur’an diarahkan pada upaya menolong anak didik agar
dapat melaksanakan fungsinya mengabdi kepada Allah. Seluruh potensi
yang dimiliki anak didik yaitu potensi intelektual, jiwa dan jasmani harus di
bina secara terpadu dalam keselarasan, keserasian dan keseimbangan yang
tergambar dalam sosok manusia seutuhnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendidikan Islam yang sejalan dengan konsep pendidikan menurut al-Qur’an
terangkum dalam tiga konsep yaitu pendidikan tarbiyah, ta’lim dan ta’dib. Pendidikan
dalam konsep tarbiyah lebih menerangkan pada manusia bahwa Allah memberikan
pendidikan melalui utusan-Nya yaitu Rasulullah Saw dan selanjutnya Rasul
menyampaikan kepada para ulama, kemudian para ulama menyampaikan kepada
manusia. Sedangkan pendidikan dalam konsep ta’lim
merupakan proses tranfer ilmu pengetahuan untuk meningkatkan intelektualitas
peserta didik. Kemudian ta’dib merupakan proses mendidik yang lebih tertuju
pada pembinaan akhlak peserta didik.
Konsep pendidikan menurut al-Qur’an terangkum dalam ayat-ayat yang
berhubungan dengan pendidikan di dalam Kitab al-Qur’an itu sendiri seperti pada
ayat-ayat yang telah dijelaskan yaitu surat al-Baqarah ayat 31-34, 129, dan 151
menjelaskan tentang pelajaran yang diberikan Allah kepada Nabi Adam As, dan
pokok-pokok pendidikan yang diberikan Rasul kepada umatnya. Surat Luqman
ayat 13-14 berisi tentang konsep pendidikan utama yakni pendidikan orang tua
terhadap anak.
B.
Saran
Penulis
berharap semoga makalah ini bermanfaat lebih khusus bagi penulis dan pembaca
pada umumnya. Penulis mengharapkan kepada semua pihak untuk memberikan kritik
dan saran yang sifatnya membangun guna kesempurnaan makalah ini nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
Anshari, Endang Saefuddin, Pokok-Pokok Pikiran tentang Islam, Usaha
Enterprise,
Jakarta: 1976
Arifin, Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung,
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung,
Gema Risalah Press, 1992
Http://samsenyum.blogspot.com/2013/02/konsep-pendidikan-menurut-islam.html
Nizar, Samsul, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media
Nizar, Samsul, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2001
Shihab, Quraish, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera
Shihab, Quraish, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera
Hati, 2002 Vol. 1
Shihab, Quraish, Tasfir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera
Shihab, Quraish, Tasfir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera
Hati, 2002, vol. 11
Shihab, Quraish, Membumikan Al-Qur’an, Bandung, Mizan: 1994
Shihab, Quraish, Membumikan Al-Qur’an, Bandung, Mizan: 1994
[1] Baca DR. Armai Arif, M. A. Pengantar Ilmu dan Metodologi
Pendidikan Islam (Jakarta : Ciputat Pers, 2002), h. 16.
[2] Lihat, Prof. H. Muhamad Daud Ali S.H. dan Hj. Habiba Daud
S.H. Lembaga-lembaga Islam di Indonesia (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 1995), h. 137.
[3] Baca A. Malik Fajar, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta
: Fajar Dunia, 1999), h. 31 [
[4] Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 1995), edisi ke-2, Cet, ke-4, h. 1077
[5] Azyumardi Azra, op. cit., h. 57
[6] Abd al- Ghani ‘Abud, Dirasat Muqaranat li Tarikh
al – Tarbiyah, ( Kairo : Dar al- Fikr al – Arabi, 1987 ),
h. 203
[1] Baca DR. Armai Arif, M. A.
Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta : Ciputat Pers, 2002),
h. 16.
[2] Lihat, Prof. H. Muhamad Daud Ali S.H. dan Hj. Habiba Daud
S.H. Lembaga-lembaga Islam di Indonesia (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 1995), h. 137.
[3] Baca A. Malik Fajar, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta
: Fajar Dunia, 1999), h. 31
Tidak ada komentar :
Posting Komentar